Selasa, 21 Mei 2013
Indonesia Dalam Genggaman Kapitalis
EDITORIAL: Oleh Redaksi
MENJELANG berakhir masa jabatannya yang kedua, Presiden SBY akhirnya benar-benar
menggunakan hak prerogatifnya dalam menentukan orang yang menjadi pembantunya
dalam kabinet Indonesia Bersatu II. Salah satu keputusan SBY yang paling
mendapat kritikan dari berbagai elemen bangsa, adalah ditunjuknya Chatib Basri
sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru menggantikan Agus Martowardojo yang
kini telah menduduki jabatan baru sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI).
Ada pihak yang menganggap, bahwa keputusan
SBY menunjuk Chatib Basri sebagai Menkeu adalah keputusan yang lumrah dan tidak
mengandung makna apa-apa. Namun tidak sedikit kalangan yang menganggap, bahwa keputusan
itu sama saja dengan bunuh diri. Pasalnya, sebagian kalangan menganggap, dengan
masuknya Chatib Basri sebagai Menkeu, sama artinya dengan meliberalisasi
ekonomi Indonesia.
Lalu siapakah sebenarnya Chatib Basri?
Dan kemana arah perekonomian Indonesia akan ia bawa? Jika tidak salah, dalam sebuah
acara persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), ia sempat mengeluarkan kalimat yang
membuat banyak kalangan tercengang. “Kantongi dulu nasionalismemu. Tidak ada
tempat lagi bagi nasionalisme dan kedaulatan ekonomi ditengah terang
benderangnya arus globalisasi”. Kira-kira inilah kalimat yang dengan lantang
dilontarkan Chatib Basri kala itu.
Tidak hanya sekali, dalam berbagai
kesempatan dan wawancara ekslusif dengan media masa pun, Chatib Basri seakan
tidak pernah canggung menyatakan bahwa dirinya adalah penganut ekonomi liberal.
Hal inilah yang membuat sejumlah kalangan kecewa dengan keputusan Presiden SBY,
karena menganggap keputusan itu akan membawa Indonesia menuju duka cita dan
kebangkrutan ekonomi.
Salah satu
pihak yang dengan tegas menyatakan penolakan, adalah mantan anggota DPR-RI dan
deklarator Dewan Penyelamat Negara (Depan), M Hatta Taliwang.
Menurutnya,
ekonomi Indonesia hanya bisa dibangkitkan oleh orang-orang yang mengerti sejarah
dan perdjoangan bapak bangsa. Pemikiran yang akan membawa Indonesia masuk lebih
jauh kedalam cengkeraman kaum liberal lewat antek-anteknya, sama artinya dengan
penghianatan terhadap perdjoangan dan niat awal para pendiri bangsa.
“Untuk
membangun perekonomian, Indonesia tidak membutuhkan boneka kapitalis global.
Karena jika kapitalis bercokol, maka semakin sempurnalah cengkeraman penjajahan
gaya baru (neokolonialisme-red) di
negara ini,” tegasnya.
Pernyataan
yang hampir sama juga diungkapkan pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy,
layaknya dilansir VOA. Menurutnya, Chatib Basri akan membuat kebijakan yang
mengarah kepada kepentingan liberalisasi ekonomi di Indonesia. “Jika
menggunakan cara pandang liberalisasi di Indonesia, maka pilihan SBY adalah
tepat, karena Chatib Basri adalah generasi baru dari Sri Mulyani dan
kawan-kawan, untuk melanjutkan kembali kebijakan liberal,” ujarnya.
Dalam catatan
Ichsanuddin, jika merujuk dari upaya perbaikan jaminan sosial dan kualitas
kehidupan ekonomi, maka Chatib Basri bukanlah sosok yang bisa memperbaiki itu. “Seorang
Chatib Basri bukan fighter untuk
itu. Chatib Basri bahkan telah menyerahkan dirinya bagi kepentingan liberalisasi
itu sendiri, dan itulah yang sesungguhnya membuat resah,” ujarnya menambahkan, bahwa
Chatib sangat dekat dengan pengusaha papan atas di Indonesia, khususnya
Aburizal Bakrie.
Pendapat sama
pun disampaikan mantan anggota DPR-RI dua periode, Jacobus Mayong Padang yang
menilai, bahwa sesungguhnya kapitalisme telah lama melumat habis kedaulatan
ekonomi bangsa ini. “Bung Karno telah mengingatkan kita, agar tidak berasumsi
bahwa kapitalisme itu hanya asing, melainkan perilaku. Generasi bangsa saat ini
bisa melihat dan merasakan sendiri, sekedar garam saja harus impor. Padahal,
kekayaan alam kita dikuras habis,” ujar mantan Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan
DPR-RI itu.
Fakta lain
bahwa kapitalis telah lama melumat habis kedaulatan ekonomi nasional juga dapat
dilihat dari harga daging. “Harga daging di Indonesia adalah yang termahal di
dunia. Tapi dibalik kemahalan harga itu, apakah petani kita yang memperoleh
keuntungan? Apakah petani diberdayakan agar bisa menikmati harga yang mahal? Kenyataannya,
yang menikmati keuntungan dari kemahalan harga itu adalah elit, dan itu juga
kapitalis,” tegasnya.
Chatib Basri sendiri
menjabat sebagai Kepala BKPM sejak 14 Juni 2012, menggantikan Gita Wirjawan
yang menjadi Menteri Perdagangan. Chatib merupakan lulusan fakultas ekonomi
Universitas Indonesia dan kemudian memperoleh gelar Master dan Doktor dari
Australian National University, Canberra. Ia pernah menjabat sebagai Deputi
Menkeu dan wakil ketua Komite Ekonomi Nasional. Pada 2005, ia juga menjadi
anggota tim penasihat untuk the Indonesian
National Team on International Trade Negotiation. Ia juga pernah menjadi
konsultan di sejumlah lembaga internasional, seperti Bank Dunia, USAID, AUSAID,
OECD, hingga UNCTAD. Pendiri CReco
Research Institute itu juga pernah menjadi komisaris di beberapa perusahaan
publik, antara lain PT.Astra International, PT.Semen Gresik Tbk, PT.Astra
Otoparts, dan PT.Indika Energy. (Dari Berbagai Sumber)***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
Pemerintahan SBY Dituding Tidak Serius Tangani Kemiskinan Jakarta_Barakindo - Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kem...
-
TAK bisa dipungkiri, jika selama ini pesona kawasan wisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) identik dengan keindahan alam dan kawasa...
-
Jakarta_Barakindo - Lagi-lagi korupsi disekital lingkaran Istana dan Cikeas menjadi sorotan utama publik di tanah air. Kali ini yang diba...
-
JATENG_BARAKINDO - Barisan Ansor Serbaguna (Banser) se-Eks Karesidenan Banyumas, menggelar Apel Akbar di Alun-alun Cilacap, Jawa Tengah,...
-
Serang_Barakindo - Lantaran intensitas hujan yang cukup tinggi dan buruknya drainase, membuat jalan raya Letnan Jidun, Kepandean, Kota S...
-
Mulai Beras, Daging, Migas, Bawang Hingga Kedelai Tajuk MESKI perputaran roda ekonomi bangsa ini terkadang menunjukan tren positif...
0 komentar:
Posting Komentar