Sabtu, 08 Juni 2013
Kembalikan Pertanian Berbasis Keluarga Pedesaan
JAKARTA_BARAKINDO- Tinggal sepekan kedepan, Indonesia akan menjadi tuan
rumah konferensi Petani Internasional yang tergabung dalam La Via Campesina. Konferensi tersebut rencananya akan dihadiri oleh
sekitar 5.000 perwakilan petani yang berasal dari 76 negara.
Para petani tersebut
mengusung gerakan “Untuk Tanah, Kedaulatan Rakyat Demi Solidaritas dan
Perjuangan”, yang salah satunya semangat untuk mengembalikan pertanian berbasis
keluarga dan mengurangi dominasi coorporate
farming.
Jelang
diselenggarakannya konferensi internasional La
Via Compesia yang akan berlangsung di Jakarta pada 13 Juni 2013, muncul
gerakan petani internasional untuk mengembalikan semangat pertanian berbasis
keluarga dan mengurangi dominasi kepemilikan swasta atas lahan pertanian.
Ketua Umum Serikat
Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, mengungkapkan adanya penurunan angkatan
kerja, terutama disektor pertanian berbasis keluarga. Menurutnya, kondisi itu
terjadi lantaran tidak adanya perlindungan terhadap lahan pertanian berbasis keluarga,
sehingga yang terjadi adalah land grabing
dan konvensi lahan pertanian yang diperuntukan bagi kegiatan lain.
“Tidak adanya
perlindungan pemerintah, membuat pertanian berbasis keluarga menyusut drastis.
Di saat yang sama, ada kecenderungan pemuda di pedesaan enggan bertani dan
memilih menjadi buruh migran disektor industri,” kata Henry.
Ia juga mengungkapkan,
jikapun masih ada pemuda yang bertahan untuk tetap bertani, itu hanya untuk
sektor perkebunan, atau menjadi buruh kebun. Fenomena menyusutnya angkatan
kerja disektor pertanian, khususnya pemuda tani tidak hanya terjadi di
Indonesia, tapi juga berlangsung di Jepang, Korea, dan Uni Eropa. Saat ini,
angkatan kerja disektor pertanian di dominasi petani tua dan kaum perempuan.
Kata Henry, jika
pemerintah komitmen membangun pertanian, sebenarnya pemerintah bisa mengambil
peran dengan mengalokasikan lahan pertanian bagi pemuda tani. Namun sayangnya,
hal itu tidak terjadi di Indonesia.Pemerintah justeru memberikan konsesi lahan
pertanian kepada perusahaan multinasional. Ironisnya lagi, lahan pertanian yang
dipegang oleh perusahaan tersebut, banyak yang menganggur dan terlantar
lantaran tidak dikelola.
Kondisi itu merupakan
akibat dari pergeseran model pertanian keluarga yang tergusur oleh dominasi
pertanian berbasis koorporasi. “Dalam konferensi petani internasional, ada
semangat yang muncul, yakni mendorong para petani untuk bercocok tanam. Gerakan
petani berbasis keluarga itu lebih efektif menjaga pasokan pangan jika
dibandingkan dengan coorporate farming,”
ujarnya.
Kata Henry lagi, kesalahan
kebijakan pertanian juga mempengaruhi kondisi perekonomian yang mengedepankan
orientasi hasil dan keuntungan. Misalnya saja sektor perkebunan, karena
menjanjikan hasil yang besar, banyak yang beralih menjadi pekebun. Padahal para
petani dan pemuda diperkebunan tetap dominan menjadi buruh dari para pemilik
modal yang menguasai sektor perkebunan.
Padahal, jika
berbasiskan pertanian ekologis, sesungguhnya ada jaminan ketersediaan pangan,
karena pertanian dikelola secara bijak oleh para pemuda dan masyarakat pedesaan
yang tidak berorientasi keuntungan semata. “Hasil riset PBB menunjukan, pertanian
ekologis yang dikelola secara tradisional oleh keluarga petani, lebih
menyelamatkan lingkungan jika dibandingkan dengan pengelolaan yang dilakukan
perusahaan,” jelas Henry.
Salah satu contoh,
lanjutnya, pertanian keluarga yang bebasis lingkungan dengan memanfaatkan lahan
tidak hanya untuk bercocok tanam, namun juga untuk beternak dan memelihara ikan
dengan cara alamiah akan lebih menjaga alam, jika dibandingkan dengan pengelolaan
swasta yang megejar hasil dengan menggunakan pupuk pestisida.
Selain itu, Henry
menyinggung soal kepemilikan lahan secara luas oleh perusahaan lokal dan
multinasional yang memicu ketimpangan penguasaan lahan dan berujung pada tidak
meratanya kesejahteraan. Sehingga yang terjadi adalah, buruh tani semakin
banyak dan petani semakin miskin. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Berita Populer
-
Pemerintahan SBY Dituding Tidak Serius Tangani Kemiskinan Jakarta_Barakindo - Kebijakan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kem...
-
TAK bisa dipungkiri, jika selama ini pesona kawasan wisata di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) identik dengan keindahan alam dan kawasa...
-
Jakarta_Barakindo - Lagi-lagi korupsi disekital lingkaran Istana dan Cikeas menjadi sorotan utama publik di tanah air. Kali ini yang diba...
-
JATENG_BARAKINDO - Barisan Ansor Serbaguna (Banser) se-Eks Karesidenan Banyumas, menggelar Apel Akbar di Alun-alun Cilacap, Jawa Tengah,...
-
Serang_Barakindo - Lantaran intensitas hujan yang cukup tinggi dan buruknya drainase, membuat jalan raya Letnan Jidun, Kepandean, Kota S...
-
Mulai Beras, Daging, Migas, Bawang Hingga Kedelai Tajuk MESKI perputaran roda ekonomi bangsa ini terkadang menunjukan tren positif...
0 komentar:
Posting Komentar